SINOPSIS:
Buku sederhana yang berupaya menyajikan sepilah filsafat seni dan estetika seni rupa ini berjudul Merupa Bali: Sepilah Jejak Estetika Perupa Diaspora Bali di Yogyakarta, akan membahas lebih mendalam nilai-nilai filsafati lokalitas dan estetika dari seniman diaspora Bali yang tinggal dan berproses kreatif puluhan tahun di Yogyakarta melalui tarikan sudut pandangan yang memperkaya estetika seni rupa Bali dan wacana seni di Indonesia. Wacana seni di Indonesia telah banyak memperbincangkan perlunya konsep, paradigma, dan kategori khas Indonesia baik dalam penelaahan sejarah, teori estetik, maupun strategi kebudayaan umumnya. Dengan berbagai macam capaian budaya dan karya seni yang dihasilkan oleh para seniman Indonesia, ada kecenderungan untuk buru-buru bicara tentang paradigma macam apa yang seyogianya digunakan dalam melakukan pemetaan atas estetika yang melatari karya tersebut. Terkait upaya perburuan paradigma ini, filsuf Bambang Sugiharto melontarkan pandangan yang menarik, “Dan biasanya lalu digali-galilah khazanah tradisi Indonesia, lantas dipas-paskan sebagai ‘paradigma’ yang bersifat ‘khas Indonesia’. Dalam rangka ini lantas ada yang keasyikan dan seperti menemukan kerangka ‘estetik nasional’ yang elemen-elemennya konon ditemukan dalam ‘puncak-puncak’ semua tradisi etnik di Indonesia“.
Pemahaman atas perkembangan terkini ragam seni budaya Bali tidak dapat dilepaskan dari dinamika sejarah Bali masa lampau serta persentuhannya dengan kebudayaan luar/asing yang masuk ke Bali. Berbagai peristiwa dan tumbukan kebudayaan tersebut membentuk perwujudan beragam estetika dan tranformasi nilai-nilai lokalitas Bali di dalamnya. Dengan pandangan di atas, seperti yang dikatakan , “mungkin juga bahwa apa yang mencirikan budaya Bali modern berasal dari Bali Kuno, dan lebih sedikit pengaruh dari Majapahit, daripada yang diyakini secara umum oleh orang Bali sendiri. Pada periode sebelum invasi Majapahit, seni Bali sudah bergerak menjauh dari warisan model India klasik menuju gaya yang meramalkan ke gaya Bali modern”.
Dengan keluasan cakrawala kebudayaan dan lanskap kreativitas seniman Bali tersebut utamanya perupa/seniman yang merantau (diaspora), kami hendak menangkap jejak-jejak kreativitas dan pemikiran mereka yang terkembang di medan seni rupa Yogyakarta, yang tentu saja akan menjadi lukisan wajah paradigma seni rupa Indonesia. Uraian-uraian dalam buku ini memulai dari titik historiositas seni rupa Bali dengan topik Cakrawala Seni Rupa Bali dari Seni Tradisi Klasik, Modern hingga Seni Rupa Kontemporer. Transformasi estetika dan kreativitasnya dapat dilihat pada pergeseran aspek media, medium, teknik, dan konsepsi penciptaan karya-karya seni rupa Bali itu sendiri. Dalam kaitan itu dihadirkan pembahasan menginjak pada tataran kefilsafatan, mengupas dari mana asal keindahan seni Bali yang dapat dirasakan orang, ataupun apa dasar/hakikat dari penciptaan seni, serta bagaimana proses penikmatan seni itu dalam kebudayaan Bali. Secara tradisional, budaya Bali telah memiliki proses penciptaan seni yang terkait dengan siwam (kesucian), satyam (kebenaran), dan sundaram (estetika).
Kami juga tertarik membahas salah satu gaya seni yang menjadi trademark medan seni rupa Indonesia pada era tahun 90-an dan bahkan menjadi trendsetter ekspresi artistik yang khas dari estetika perupa diaspora Bali yang tergabung dalam Sanggar Dewata Indonesia, yakni seni lukis abstrak ekspresionisme. Bahasan menjelajahi ruang pemikiran kreatif dan Paradigma Seni Lukis Abstrak Ekspresionisme Perupa Diaspora Bali di Yogyakarta ini berdasarkan ruang-ruang personal perjalanan tiga perupa diaspora periode tahun 1990-an dan kekaryaan yang mereka ciptakan. Hingga saat ini pun, estetika dan visualitas gaya abstrak ekspresionisme tersebut masih tetap terjaga kreasi dan juga penikmatnya.
Seniman-seniman diaspora Bali di Yogyakarta tumbuh dan berkesenian secara kolektif-komunal tergabung dalam komunitas seni bernama Sanggar Dewata Indonesia. Visi lokal Sanggar Dewata Indonesia berpijak pada konsepsi taksu, nadi, spiritualisme Hindu yang luwes, dan sikap multikultural memberikan kebebasan, tidak membatasi, dan kreasi artistik anggota Sanggar Dewata Indonesia (SDI) dalam berkesenian. Dalam uraian Warisan Lokomotif Spirit Seni ‘Lokal-Universal, Universal-Lokal’ Sanggar Dewata Indonesia, dan “Dialektika Samasta” Sanggar Dewata Indonesia: Memaknai Multikultural, visi tersebut terlecut dalam semangat transformatif perupa SDI yang didapatkan dari pengetahuan modern akademik di ISI Yogyakarta serta pendalaman nilai-nilai lokal-global di dalam dunia pergaulan seni sehingga dapat berperan aktif dalam membangun pluralitas seni dan menularkan sikap multikultural dalam berbangsa dan bernegara melalui jalan seni-budaya yang bermartabat serta menekankan keharmonisan hidup.